Rabu, 20 Juli 2011

SD Harintha, Pencetus Meditasi Hening

Guru meditasi itu telah berpindah ke lain dimensi. Pada dimensi sebelumnya, dimensi fana, Sang Guru hidup dalam kondisi yang serba kekurangan. Berpindah-pindah dari satu rumah petak ke rumah petak lainnya, yang biaya sewanya lebih murah. Tetapi tak pernah sedikit pun Sang Guru mengeluhkan nasibnya. Bahkan sebaliknya, ia selalu mengucapkan terima kasih kepada Sang Pencipta, dan menerima segalanya dengan penuh keikhlasan. “Maturnuwun, Gusti. Sumonggo Kerso,” begitu ucapnya selalu.
Berpindah ke lain dimensi, seperti itulah Sang Guru memaknai kematian. Perpindahan Sang Ruh dari alam fana yang diliputi berbagai keinginan, menuju alam baqa yang suwung, bebas dari segala keinginan. Di alam suwung itu yang ada hanya keheningan. Tanpa bentuk. Tanpa rupa. Tanpa warna. “Itulah frekuensi Illahi, yang sebenarnya bisa kita capai selagi kita berada di alam fana, melalui latihan meditasi tanpa henti,” ujarnya.

                                             
Sang Guru itu bernama Suratno Dharmo Harintha (ia lebih suka menyingkat namanya sebagai SD Harintha). Lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 13 Januari 1932. Dialah yang pertama kali mencetuskan Meditasi Hening, praktek meditasi dengan metode dekonsentrasi. Meditasi tersebut, konon merupakan warisan leluluhurnya: Pangeran Sambernyawa, pendiri Dinasti Mangkunegaran.
Pertama kali saya mengenalnya sekitar tahun 1989. Waktu itu saya masih bekerja sebagai Redaktur Pelaksana Majalah SARTIKA, majalah kesehatan jantung yang diterbitkan oleh Grup Bustanil Arifin (mantan Kabulog di zaman Soeharto). Salah seorang wartawan saya, Iskandar Sultoni, menyodorkan tulisannya tentang Meditasi Hening, yang menurutnya, bisa dijadikan sebagai alternatif cara mengendalikan stres.
Sebagai pengelola majalah kesehatan jantung, tentu saja saya menilai tulisan semacam itu memang layak dimuat. Terutama karena stres, merupakan salah satu faktor resiko utama serangan jantung koroner. Tetapi secara pribadi, saat itu saya tidak tertarik dengan Meditasi Hening. Meski saya pun sependapat dengan Iskandar Sultoni bahwa tulisannya akan sangat bermanfaat bagi para pembaca, yang sebagian besar adalah anggota Klub Jantung Sehat Yayasan Jantung Indonesia.
Sekitar setahun kemudian, ketika saya tengah membolak-balik nomor-nomor majalah yang pernah kami terbitkan, saya tertumbuk pada tulisan Iskandar Sultoni tentang Meditasi Hening. Entah kenapa tiba-tiba saya ingin berkenalan dengan SD Harintha, pencetus Meditasi Hening, yang amat dikagumi teman saya itu. Saya pun mengajak Iskandar untuk berkunjung ke rumah orang tua tersebut.
Dengan sangat antusias, Iskandar mengantarkan saya ke tempat kediaman sekaligus tempat praktek Pak Harintha, di kawasan Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Di sana saya menemukan orang tua yang sangat sederhana. Penuh kebapakan. Tutur katanya lemah lembut, dan sorot matanya memancarkan semangat hidup yang amat tinggi.
Sejak itu terjadilah dialog intens antara saya dengan beliau, tentang konsep Meditasi Hening. Konsep meditasi yang digalinya dari budaya Jawa, yang selalu menekankan inward looking, dan upaya mengendalikan keinginan.
Banyak kesamaan antara konsep Meditasi Hening yang diajarkan Pak Harintha, dengan konsep tasawufnya Al-Ghazali. Kebetulan, sedikit banyak saya pernah mengaji kitab-kitab Al-Ghazali, tatkala masih menjadi santri di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. Sehingga, tentu saja, obrolan saya dengan Pak Harintha terasa semakin menarik.
Saya pun menjadi salah seorang murid Pak Harintha, hingga bertahun-tahun kemudian. Dan, ia tak pernah berubah. Meskipun kesulitan hidup menimpanya bertubi-tubi, ia tetap terlihat cerah, penuh semangat, tetapi juga penuh kepasrahan.
Dari Tanah Kusir ia pindah ke daerah Rawa Buaya, Cengkareng, lalu pindah lagi ke kawasan Pamulang, Tangerang, sampai akhir hayatnya. Semua itu ia lakukan karena Sang Guru Meditasi ini tidak memiliki rumah. Ia harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, untuk memperoleh rumah kontrakan yang lebih murah. Dan, tampaknya tidak pernah terpikir oleh Pak Harintha, untuk meminta bantuan para muridnya (yang sebagian besar orang kaya).
April 2007, Sang Guru jatuh sakit, dan sempat dirawat di rumah sakit selama beberapa pekan, sampai akhirnya meninggal dunia. Meninggalkan tiga orang putra dan dua orang putri, yang kesemuanya sudah berkeluarga. Hanya keluarga inti dan salah seorang muridnya paling setia, Ibu Rossalia, yang mengantar jenazah beliau menuju peristirahatan terakhirnya di Wonogiri.
Lalu ke mana murid-muridnya yang lain? Banyak yang tidak tahu bahwa Sang Guru telah berpulang. Mungkin karena masih disibukkan untuk mengejar berbagai keinginan. Seperti saya, yang tidak pernah ada puasnya mengejar keinginan, sehingga sering lupa pada Pak Harintha yang telah mengajarri saya Meditasi Hening. Mengajari saya untuk mengendalikan keinginan. Saya pun, tidak menghadiri upacara pemakamannya.
Mungkin saya termasuk murid yang tidak peduli pada nasib Sang guru, terutama pada hari-hari terakhirnya. Tetapi sesungguhnya, rasa terima kasih saya kepada beliau, begitu besar dan tak ada habisnya hingga kini. Begitu banyak pencerahan yang beliau berikan kepada saya, Beliaulah yang mengajari saya secara konkret, cara-cara pengendalian diri. Beliaulah yang selalu mengingatkan saya akan keagungan Sang Pencipta, dan betapa kecilnya manusia di hadapanNya.
Saya tidak akan mengucapkan selamat jalan kepada beliau, karena beliau tidak pergi ke mana pun. Beliau, masih ada di sini. Hanya saja di lain dimensi.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

About Me

Foto Saya
Blog ini merupakan embrio dari apa yang mungkin solilokui, nonfiksi, atau sesuatu di antara. Dengan semangkuk wawasan pribadi saya tentang spiritualitas, sejumput ilmu pengetahuan, stoples isu lingkungan hidup, beberapa rempah-rempah sastra, dan karung peristiwa sederhana dari kehidupan sehari-hari saya, ini adalah dapur telanjang di mana setiap orang diundang untuk menonton bagaimana saya menyulap dengan semua bahan. Ketika itu dilakukan, Anda dipersilahkan untuk memiliki rasa bebas dari apa pun yang melayani di meja. Mungkin, bersama-sama, kita bisa memberikan nama. akan kemana hidup ini.

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Followers

Komentar


ShoutMix chat widget
 

Blogger news

Templates by Yusuf Avanza Powered by {N}Code & Blogger